BPOM Sebut Obat Sirop Terkontaminasi Tak Ada di RI – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia baru-baru ini mengeluarkan pernyataan terkait dengan obat sirop yang terkontaminasi senyawa berbahaya, yaitu Etilen Glikol (EG) dan Di Etilen Glikol (DEG), yang ditemukan di Maldives. Temuan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat mengenai kemungkinan adanya produk serupa di Indonesia. Namun, BPOM menegaskan bahwa obat sirop yang terkontaminasi tersebut tidak tersedia di pasar Indonesia. Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai isu ini, termasuk bagaimana kontaminasi tersebut dapat terjadi, langkah-langkah yang diambil oleh BPOM, serta upaya masyarakat dan pemerintah dalam menjaga keamanan produk farmasi.

1. Apa Itu Etilen BPOM Glikol (EG) dan Di Etilen Maldives Glikol (DEG)?

Etilen Glikol (EG) dan Di Etilen Glikol (DEG) adalah senyawa kimia yang biasanya digunakan dalam industri sebagai bahan pendingin, pelarut, dan dalam produksi plastik. Walaupun memiliki berbagai aplikasi industri, kedua senyawa ini sangat berbahaya jika terpapar oleh manusia, terutama anak-anak. EG dan DEG dapat menyebabkan berbagai dampak kesehatan, mulai dari keracunan ringan hingga kondisi yang lebih serius seperti gagal ginjal atau bahkan kematian.

Satu hal yang penting untuk dipahami adalah bahwa EG dan DEG bukanlah bahan yang diperbolehkan dalam produk farmasi. Dalam konteks obat sirop, keberadaan senyawa ini dalam dosis tinggi dapat terjadi akibat kesalahan dalam proses produksi atau penggunaan bahan baku yang tidak memenuhi standar. Kasus-kasus yang melibatkan EG dan DEG kerap kali berhubungan dengan industri farmasi yang tidak bertanggung jawab atau pengawasan yang lemah.

Dampak kesehatan akibat paparan EG dan DEG sangat beragam. Pada anak-anak, risiko keracunan jauh lebih tinggi karena sistem metabolisme mereka yang masih berkembang. Gejala awal keracunan dapat meliputi mual, muntah, dan sakit perut, yang dapat berujung pada dampak yang lebih serius jika tidak segera ditangani. Oleh karena itu, pengetahuan tentang kedua senyawa ini sangat penting bagi masyarakat, terutama bagi orang tua yang membeli obat untuk anak-anak mereka.

2. Temuan Kontaminasi di Maldives dan Implikasinya

Temuan obat sirop yang terkontaminasi EG dan DEG di Maldives telah menarik perhatian internasional. BPOM mengonfirmasi bahwa produk tersebut tidak ada di pasar Indonesia, tetapi implikasi dari temuan ini patut dicermati. Kontaminasi yang terjadi di Maldives menunjukkan kemungkinan adanya produk-produk farmasi yang tidak terstandarisasi di pasar global. Hal ini berpotensi menjadi masalah yang lebih besar jika tidak diatasi dengan cepat dan efisien oleh otoritas terkait.

Kejadian di Maldives juga mendorong BPOM untuk meningkatkan pengawasan dan pengujian terhadap produk-produk farmasi yang beredar di Indonesia. Masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai keamanan obat-obatan yang mereka konsumsi. Oleh karena itu, BPOM berkomitmen untuk terus melakukan pemantauan dan uji coba terhadap produk-produk yang ada di pasar.

Dari sisi produksi, kasus ini menjadi peringatan bagi para produsen obat untuk lebih disiplin dalam mengikuti prosedur dan standar yang telah ditetapkan. Mereka harus memastikan bahwa bahan baku yang digunakan bebas dari kontaminasi dan memenuhi syarat keamanan. Jika tidak, mereka tidak hanya membahayakan konsumen, tetapi juga reputasi perusahaan mereka sendiri.

3. Upaya BPOM dan Pemerintah dalam Mengawasi Keamanan Produk Farmasi

BPOM memiliki peran penting dalam menjaga keamanan dan mutu obat-obatan yang beredar di Indonesia. Setelah adanya laporan terkait obat sirop terkontaminasi di Maldives, BPOM segera mengambil langkah-langkah proaktif untuk memastikan bahwa produk serupa tidak ada di pasaran. Salah satu langkah yang diambil adalah meningkatkan pengawasan di semua jalur distribusi obat, dari pabrik hingga ke konsumen.

Selain pengawasan, BPOM juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya memeriksa label produk sebelum membeli dan mengonsumsi obat. Masyarakat diimbau untuk selalu memeriksa nomor registrasi BPOM pada kemasan obat. Produk yang tidak memiliki nomor registrasi jelas merupakan indikasi bahwa produk tersebut tidak melalui proses pengawasan yang ketat.

Dalam jangka panjang, BPOM juga berencana untuk melakukan kerjasama dengan lembaga internasional untuk membangun sistem pemantauan global terhadap keamanan obat. Kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam melaporkan dugaan produk berbahaya juga sangat diperlukan. Program edukasi yang melibatkan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kesadaran tentang pentingnya memilih obat yang aman dan efektif.

4. Peran Masyarakat dalam Memastikan Keamanan Obat

Masyarakat juga memiliki peran penting dalam menjaga keamanan produk farmasi. Edukasi diri mengenai berbagai jenis obat, efek samping, dan potensi risiko kontaminasi adalah langkah awal yang dapat diambil. Orang tua, khususnya, harus selektif dalam memilih obat untuk anak-anak mereka. Memastikan bahwa obat yang diberikan sudah terdaftar di BPOM adalah langkah yang krusial.

Selain itu, masyarakat juga disarankan untuk melaporkan produk yang mencurigakan kepada otoritas kesehatan. BPOM memberikan saluran komunikasi yang jelas untuk menerima laporan terkait dugaan produk berbahaya. Dengan demikian, masyarakat dapat berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman dari produk farmasi yang berisiko.

Pentingnya memiliki kesadaran kolektif dalam menjaga keamanan obat tidak bisa diabaikan. Ketika masyarakat berperan aktif dalam pengawasan, risiko penjualan produk berbahaya dapat diminimalkan, sehingga kesehatan masyarakat dapat terjaga dengan lebih baik.

 

Baca juga artikel ; Pesan Boneless Chicken Tapi Masih Ada Tulangnya, Pelanggan Ini Protes